Agama mengajarkan umatnya untuk tidak boleh menjelek-jelekkan
orang lain. Hukum itu juga berlaku di pasar investasi. Kalau dalam hubungan social
kita tidak boleh menjelek-jelekan orang lain, maka di hukum investasi kita
tidak boleh menjelek-jelekan instrumen investasi lain.
Sering kali para pemasar produk investasi menyarankan suatu
produk investasi yang dianggap berkinerja baik dalam periode tertentu dengan
menjelek-jelekan instrument lain. Contoh, pada kondisi krisis
ekonomi dan financial seperti tahun 1997-1998 dan 2008, nilai
tukar Rupiah jatuh drastis, bursa saham terkoreksi, harga-harga saham jatuh. Sentimen-sentimen negatif
bermunculan bahwa investasi di forex
itu money game, saham itu casino, hanya
main-main uang saja, hanya ‘goreng-goreng’ harga, harganya sangat fluktuatif dan
bukan investasi yang sebenarnya yang seharusnya memberikan manfaat pada investornya. Sebaiknya investasi lah di instrument rill seperti emas. Beli lah
emas karena emas adalah komoditas yang selain memiliki nilai perdaganan, juga punya
nilai intrinsik, dan trend harga emas selalu naik tiap tahun.
Namun, belakangan ini masyarakat dan pecinta emas kaget
dengan fenomena harga emas yang terus jatuh hingga dibawah $1400 per troy oz
pada pertengahan April lalu. Salah satu penyebabnya adalah membaiknya data-data
ekonomi di Amerika Serikat. Sehingga para investor beralih dari emas ke
instrument investasi yang relative pro-growth
yaitu equity (saham). Sifat investasi
emas adalah safe-heaven. Sehingga Instrumen
ini akan terus diminati ketika ekonomi sedang dalam kondisi yang buruk. Namun
jika kondisi ekonomi menunjukkan tanda-tanda membaik maka investor akan mulai
meninggalkan emas dan beralih ke saham.
Dalam hal ini bukan berarti para analis dan pemasar dapat merekomendasikan
moving asset ke equity dengan cara
menjelek-jelekan instrument lain seperti emas atau obligasi, dsb. Karena cara tersebut
tidak akan membawa investor pada keuntungan yang “optimal” pada jangka panjang.
Karena sifat instrumen investasi selalu fluktuatif. Lihat saja bagaimana harga
perumahan di AS jatuh tajam pada tahun 2008, padahal dari jaman dulu orang selalu beranggapan
bahwa investasi tanah selalu untung.
Hal yang lebih penting dari underweight atau overweight
ke suatu instrument adalah asset
allocation. Seorang investor yang berkualitas dan baik harus dapat mengalokasikan
asset nya ke berbagai instrument investasi untuk mengurangi resiko dan bersiap
melakukan rebalancing jika terjadi hal-hal tak terduga.
Sebaiknya investasi dibagi ke berbagai tempat baik di sector
keuangan maupul sector rill. Contoh di sector rill yaitu investasi di tanah,
bangunan, apartemen. Contoh di sector keuangan yaitu saham, obligasi,
reksadana, forex. Atau investasi dengan membeli emas. Sehingga tercipta suatu ekosistem yang saling
menunjang dalam “kantong investasi” yang kita miliki. Tentu hal ini sangat aplikatif
untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi dan untuk mendapatkan return yang
tinggi dalam jangka panjang. Serta tidak perlu repot untuk moving asset ditengah ketidakkepastian yang tentunya memakan biaya.
Lalu para pemasar produk investasi hendaknya tidak
menjelek-jelekan produk lain karena sesungguhnya peran pemasar adalah untuk memberikan
informasi dan kesempatan pada calon investor untuk mengalokasikan asset ke
dalam instrument yang bervariatif dan mengedukasi masyarakat agar melek
investasi.